Beranda | Artikel
Nasihat bagi yang Sering Naik Gunung dan Melalaikan Keluarga
Minggu, 9 Oktober 2022

Nasihat ini semoga bermanfaat bagi saudara yang kami cintai karena Allah yang punya hobi naik gunung.

 

Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا 

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Dalam Tafsir As-Sam’ani (5:476) disebutkan riwayat:

وَعَن عَمْرو بن قيس الْملَائي قَالَ: ” إِن الْمَرْأَة لتخاصم زَوجهَا يَوْم الْقِيَامَة عِنْد الله فَتَقول: إِنَّه كَانَ لَا يؤدبني، وَلَا يعلمني شَيْئا، كَانَ يأتيني بِخبْز السُّوق.

Dari ‘Amr bin Qais Al-Malaa’i berkata:

“Sungguh seorang istri akan mendebat suaminya di sisi Allah pada hari kiamat. Istri akan berkata, “Sejatinya dahulu suamiku di dunia tidak pernah mendidikku dan tidak mengajariku satu ilmu pun. Kebiasaannya hanya memberiku roti dari pasar.”

 

Lihatlah nasihat ‘Amr, tugas suami itu semestinya adalah:

1. Memberi nafkah 

2. Mengajarkan ilmu agama.

Baca juga: Kewajiban Suami adalah Mengajarkan Agama

 

❌ Sebagian suami hanya memikirkan memberi nafkah saja.

❌ Sebagian lagi hanya memikirkan ngaji saja.

 

Yang benar bagaimana dong?

  • Suami harusnya mengajarkan ilmu agama pada istrinya, atau minimal mengajak belajar agama.
  • Jangan lupakan memperhatikan nafkah untuk keluarga.

 

Kebiasaan sebagian ikhwan saat ini:

❌ lebih senang naik gunung untuk ngaji di sana, sampai istri dan anak terlantar.

❌ lebih memilih tawakal kepada Allah dan malas kerja.

❌ bergantung pada meminta-minta (mengemis), padahal lebih mulia jual gorengan di pasar daripada mengemis.

❌ punya ilmu agama, istri lupa dididik.

 

Kalau mau naik gunung untuk ngaji di sana bagaimana dong?

  • Silakan, itu hal yang boleh-boleh saja.
  • Jangan sampai lupakan kewajiban nafkah.
  • Jangan sampai buat istri terlantar hingga mengemis pada orang lain.
  • Jangan sampai semangat ngaji ilmu agama saat naik ke puncak gunung saja, selain waktu itu malasnya keterlaluan.
  • Naik gunung juga perlu memperhatikan kemampuan ekonomi, jangan hanya mengikuti trend teman-teman yang kaya, padahal kita sendiri kalau naik gunung mesti berutang atau melalaikan nafkah keluarga yang tentu lebih wajib.

Bagi ayah yang sering berpetualang ke berbagai puncak gunung dan memiliki keluarga, coba deh bayangkan jika anak atau istri sedang sakit, sedangkan kita sedang berada di gunung. Perlu diketahui bahwa rata-rata puncak gunung di negeri kita ini tidak ada sinyal. Apakah tidak kasihan anak dan istri tak terurus? Tambah lagi, bagaimana tanggapan orang sekitar jika mengetahui seorang ayah yang senangnya naik gunung dan tinggalkan keluarga.

 

Perhatikan Keluargamu!

Nasihat terakhir, cobalah perhatikan nasihat Salman yang pernah mengingatkan saudaranya Abu Darda’ lantas dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” (HR. Bukhari, no. 1968)

Yang meremehkan mencari nafkah untuk keluarga, pahala ia mampu mencarinya, maka ia berdosa.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ 

“Seseorang cukup dikatakan berdosa jika ia melalaikan orang yang ia wajib memberikan nafkah.” (HR. Abu Daud, no. 1692. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim, no. 995).

Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7:82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih utama dari sedekah yang hukumnya sunnah”.

Baca juga: Keutamaan Memberi Nafkah

 

MONGGO SILAKAN NAIK GUNUNG!

Hanya Allah yang membuka pintu hidayah bagi kita semua.

14 Rabiul Awal 1444 H, di rumah mertua tercinta di perbukitan Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul

Ditulis oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/34786-nasihat-bagi-yang-sering-naik-gunung-dan-melalaikan-keluarga.html